Wisata Haji dan Ekosistem Ekonomi Indonesia
IHRAM.CO.ID, JAKARTA — Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief mendorong agar setiap pihak mulai memikirkan keberlangsungan wisata haji dan ekosistem ekonomi ke depan. Miliaran Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia, disebut semakin tertarik menunaikan ibadah haji dan umroh.
“Haji adalah salah satu kegiatan keagamaan paling populer bagi umat Islam di seluruh dunia. Saat ini, Indonesia adalah salah satu negara muslim terbesar yang mengirim jamaah haji ke Makkah dan Madinah,” kata dia dalam kegiatan webinar Konferensi Haji Internasional, Kamis (28/10).
Selama beberapa waktu terakhir, Indonesia mengirimkan jamaah haji sesuai kuota, lebih dari 220.000 orang. Jumlah ini menjadikan Indonesia sebagai kontingen haji terbesar di dunia. Ia juga menyebut, minat umat Islam Indonesia berangkat ke Tanah Suci meningkat secara signifikan selama dua dekade terakhir. Ribuan muslim mendaftarkan dirinya agar bisa melaksanakan ibadah haji maupun umrah.
Indonesia, tambahnya, telah menjadi saksi tumbuhnya kesadaran dari kelas menengah maupun atas tentang Islam dan kewajibannya melaksanakan salah satu rukun Islam.
“Haji dan umroh menjadi salah satu kegiatan keagamaan yang populer di Indonesia. Fakta ini didukung oleh jutaan muslim yang mendaftar haji, lebih dari 5 juta orang dalam daftar tunggu,” ujarnya.
Melihat minat yang semakin meningkat, ia menilai ada potensi pertumbuhan ekonomi di dalamnya. Dari sisi pemerintah, sebagai pejabat di Kementerian Agama, ia berusaha memikirkan cara mengelola aspek ini dalam 10 atau 20 tahun ke depan, serta membuat grand design sesuai dengan situasi yang berkembang.
Wisata haji yang berkelanjutan merupakan hal penting bagi Indonesia dan Arab Saudi. Keberlangsungan ini bisa dalam berbagai konteks, seperti sosial budaya, geo-politik, ekonomi domestik, ekonomi global, hubungan antara pemerintah India dan Saudi, serta diplomasi kedua negara dan hubungan sektor bisnis.
Wisata haji yang berkelanjutan dapat melibatkan berbagai sektor, baik dari segi bisnis dan pemangku kepentingan. Hal ini juga sejalan dengan gagasan Indonesia yang mengkampanyekan industri halal dan pembangunan ekonomi syariah.
“Kami menyadari, banyak hal yang terlibat dalam industri ini, seperti makanan, hotel, akomodasi, transportasi, serta keuangan syariah. Rantai nilai haji dan umroh juga meningkat, dan kita harus menggabungkan ide ini dengan ritual keagamaan, dalam konteks wisata religi,” lanjutnya.
Hilman Latief menyebut peluang yang ada bisa dibingkai dalam konteks wisata religi. Menunaikan ibadah umroh dan haji, bukan lagi membahawa kewajiban agama tapi juga bagian dari kegiatan ekonomi.
Saat ini, pihaknya berharap dapat menciptakan ide pembangunan ekonomi haji yang berkelanjutan, dengan melibatkan lebih banyak sektor secara aktif, khususnya sektor bisnis.
Dengan membingkainya sebagai wisata haji, ia menyebut setiap pihak berhadapan dengan beragam dimensi ekonomi. Pemerintah disebut mencoba mempromosikan dan menyesuaikan distribusi ekonomi, sebagaimana haji juga memberikan dampak peningkatan pelayanan sosial dan berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
Secara ekonomi, haji menjadi sektor swasta yang dinamis di Indonesia. Hal ini meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan, serta kemitraan di dalam dan luar negeri.
“Bisnis haji dan umrah juga dapat diproyeksikan untuk melestarikan budaya dan nilai tradisional masyarakat Indonesia. Haji berkontribusi pada sikap saling pengertian dan toleransi antar budaya. Agenda ini juga dapat menjadi agen pemajuan jati diri bangsa Indonesia,” ucap Hilman.
Terakhir, ia menyebut pelaksanaan haji berkelanjutan dapat diproyeksikan sebagai bagian dari upaya mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi, terwujudnya kota dan komunitas yang berkelanjutan, menghasilkan produk yang baik, serta belajar bagaimana mengkonsumsi sesuatu yang bertanggung jawab menjadi bagian dari aspek tersebut.