Status Wanita yang Boleh Safar Haji Tanpa Mahram
IHRAM.CO.ID, JAKARTA–Muslimah yang telah bersuami dilarang melakukan safar sendiri. Namun hal ini berbeda untuk seorang wanita muslim yang tidak memiliki suami boleh melakukan safar sendiri.
“Bahwa wanita yang tidak memiliki suami atau mahram boleh-boleh saja mengadakan Safar atau perjalanan naik haji jika rute perjalanan yang ditempuh nya aman dan dia bersama teman-teman serombongan yang terpercaya,” kata Dr. Muhammad Utsman Al-Khasyt dalam bukunya “Haji dan Umroh wanita: Seri Fiqih Wanita 4 Mazhab” mengatakan.
Adapun Jika seorang wanita memiliki mahram atau teman wanita yang terpercaya. Bagaimana jika segala syarat menunaikan ibadah haji yang ditetapkan syariat sudah terpenuhi, baik syarat wajib, syarat wajib, atau syarat sah yang memang dibolehkan, dalam kondisi yang demikian apakah wajib bagi wanita yang bersangkutan meminta izin kepada suaminya jika memang punya suami untuk menaikkan ibadah haji?
Jika seorang wanita hendak berangkat naik haji, maka wajib baginya meminta izin kepada suaminya. Maka wajib pula bagi sang suami untuk memberi izin selama di sana tidak ada alasan yang bersifat prinsip yang menghalanginya untuk memberi izin, serta tidak dikawatirkan timbulnya sesuatu yang tidak diinginkan dalam safarnya itu.
“Jika suami memiliki alasan yang bersifat prinsip atau ada kekhawatiran terhadap timbulnya sesuatu yang tidak diinginkan dalam safarnya itu maka suami berhak melarang istrinya,” katanya.
Sebab menolak kemudharatan harus lebih diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan. Sementara mengakhirkan pelaksanaan ibadah haji merupakan keleluasaan dilihat dari sisi waktu, disamping memang jika dimungkinkan bagi wanita tersebut untuk mengerjakan Ibadah hajinya di tahun yang akan datang.
“Jika suami tidak memberi izin tanpa alasan yang jelas dan memadai, maka bagi sang istri boleh untuk berangkat menunaikan haji yang sifatnya fardhu meski menyelisihi suaminya,” katanya.
Sebab meninggalkan haji yang sifatnya fardhu tanpa ada sebab yang jelas merupakan sebuah kemaksiatan. Apalagi ada dalil dari Nabi SAW telah bersabda.
“Jjka engkau diperintahkan untuk berbuat maksiat maka perintah itu tidak perlu mendengar dan menaati. Beliau juga telah bersabda sesungguhnya taat itu kepada ketaatan yang haq.”
Ali Yusuf